Harta Karun Soekarno, Samurai, Hingga Harta Ahmad Zaini
Jakarta - Kasus penipuan harta karun peninggalan Presiden Soekarno, baik dalam bentuk emas lantakan, surat-surat berharga di Bank Swiss, di Batu Tulis Bogor hingga harta Rp 18.000 triliun milik Ahmad Zaini sampai sekarang masih ramai dibicarakan. Orang yang menjadi korban pun tidak hanya masyarakat tingkat bawah yang mengalami kesulitan ekonomi, tapi orang-orang kaya dan pengusaha.
Mereka percaya harta karun peninggalan Soekarno yang berupa emas lantakan, perhiasan emas permata dan platina peninggalan zaman-zaman kerajaan di Nusantara tersimpan di Bank of Switzerland atau di Union Bank of Switzerland. Sedang surat-surat deposito, surat kolateral dikabarkan tersimpan di sana dan hanya orang-orang tertentu yang masuk jaringan kelompok/mafia itu yang bisa mencairkannya.
Embel-embel yang selalu didengungkan kepada calon sasaran, bila dana itu cair bisa untuk bayar utang Indonesia dan menyantuni rayat miskin seluruh Indonesia. Untuk mendapatkannya, bumbu-bumbu klenik dan mistik pun muncul.
Selain itu orang yang ingin mendapat hibah itu juga harus mengeluarkan uang tidak sedikit jumlahnya.
Berdasar penulusuran detikcom, kasus-kasus seperti itu sudah mulai muncul sejak tahun 1998 hingga sekarang. Selain hibah harta karun Soekarno, yang masih ramai dicari adalah samurai-samurai peninggalan tentara Jepang di Indonesia yang bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Konon samurai-samurai itu masih banyak disimpan oleh orang-orang tertentu baik di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Cara memperolehnya juga secara gaib lewat puasa, sesajen, dan lain-lain. Bahkan di kawasan Pantai Jalasutra Kabupaten Blitar Jawa Timur dipercaya sebagai tempat pahlawan tentara PETA Supriadi menyimpan samurai sebelum dibunuh tentara Jepang.
Untuk bisa bertransaksi dan mengetahui mana yang asli atau palsu, kelompok ini juga sudah menyebarkan berbagai brosur fotokopian. Lagi-lagi tebusan uang atau mahar disertai bumbu aroma klenik dan magis juga tersebar.
Cara-cara menggaet masyarakat untuk ikut pun bermacam-macam. Ada yang berkedok menggunakan nama sebuah yayasan. Adapula pula dengan cara perseorangan yang mendapat wasiat atau amanah dapat mencairkan dana. Aroma magis dan bumbu klenik seperti laku tapa dan prihatin juga selalu menyertai.
Orang yang sudah masuk anggota yayasan dan diberikan sertifikat serta membayar uang mulai ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Setelah itu dijanjikan akan mendapat hibah atau warisan dari harta tersebut.
Tidak hanya itu, untuk menyakinkan orang, mereka juga menunjukkan fotokopian surat-surat berharga tersebut. Namun kalau ditanya mengapa hanya fotokopian, jawabannya, yang asli masih disimpan seseorang yang paling dipercaya dan alasan keamanan. Surat-surat yang beredar itu biasanya Certificate of AO Metal Deposite, Certificate of Family Heritage dan Certificate of Gold Deposite berwarna kecoklatan seolah-olah asli dan benar-benar sudah lama
tersimpan.
Di wilayah Jawa Tengah, kasus pertama yang pernah mencuat di media massa adalah tahun 1998 di Solo melalui yayasan Yasapradana. Pada tahun 2003 di Yogyakarta, yang menjadi korban adalah seorang Sultan dari Kerajaan Zulu di Filipina. Sultan Maulana Jamilul Kiram III dan seorang warga Brunei yang sudah mengeluarkan uang puluhan juta sudah tertipu mentah-mentah kelompok Suparman asal Klaten. Dia dijanjikan akan mendapat warisan 10 ton emas
lengkap dengan surat-suratnya. Namun semua itu palsu.
Sedang pada tahun 2005, ratusan warga Sleman, Kulonprogo, Purworejo dan Magelang digaet dengan cara masuk sebuah yayasan amal yang dijanjikan akan mendapat hibah harta karun Soekarno yang masih tersimpan di luar negeri.
Belum lagi cerita Asmo Suwito (80), warga Dusun Gergunung Desa Sendangsari Kecamatan Pengasih. Kakek ini mengaku mendapat harta karun sebanyak 40 batang emas lantakan beserta surat-suratnya. Harta karun itu katanya didapatkan secara gaib.
Asmo mengaku mendapat emas batangan bergambar lambang Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) dengan berbagai ukuran. Barang itu dilengkapi surat-surat tanda keabsahan dari Union Bank of Switzerland.
Emas batangan yang dimiliki Asmo itu sebagian besar berukuran sebesar bungkus rokok dengan berat sekitar 500 gram. Sebagian lagi berukuran lebih kecil sebesar korek api.
Namun ketika dibandingkan dengan uang benggol dari tembaga zaman Hindia Belanda berbeda sekali. Uang zaman Belanda ada gambar mahkota lengkap dengan tulisan Vereenigde Oostindische Compagnie serta tahun pembuatan. Sedang emas milik Asmo bertuliskan VOC, ada lambang padi kapas, gambar Soekarno pakai peci dan tulisan 999 yang menunjukkan kadar karat emas.
"Jelas palsu kalau emas peninggalan Soekarno ada gambar Bung Karno. Lambang mahkota dengan uang benggol VOC berbeda. Apa zaman VOC sudah mengenal lambang padi kapas," kata Hari Cahyono, seorang kolektor uang kuno
kepada detikcom, Jumat (29/5/2008).
Bisa jadi kasus harta triliunan� milik warga Tasikmalaya, Ahmad Zaini itu hanya berupa surat-surat berharga yang seolah-olah asli dikeluarkan oleh Bank Swiss. Karena dia menganggap sebagai pemegang amanah atau kuasa, dia
bisa mencairkan kemudian membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan lewat proposal yang masuk. (bgs/asy)
Mereka percaya harta karun peninggalan Soekarno yang berupa emas lantakan, perhiasan emas permata dan platina peninggalan zaman-zaman kerajaan di Nusantara tersimpan di Bank of Switzerland atau di Union Bank of Switzerland. Sedang surat-surat deposito, surat kolateral dikabarkan tersimpan di sana dan hanya orang-orang tertentu yang masuk jaringan kelompok/mafia itu yang bisa mencairkannya.
Embel-embel yang selalu didengungkan kepada calon sasaran, bila dana itu cair bisa untuk bayar utang Indonesia dan menyantuni rayat miskin seluruh Indonesia. Untuk mendapatkannya, bumbu-bumbu klenik dan mistik pun muncul.
Selain itu orang yang ingin mendapat hibah itu juga harus mengeluarkan uang tidak sedikit jumlahnya.
Berdasar penulusuran detikcom, kasus-kasus seperti itu sudah mulai muncul sejak tahun 1998 hingga sekarang. Selain hibah harta karun Soekarno, yang masih ramai dicari adalah samurai-samurai peninggalan tentara Jepang di Indonesia yang bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Konon samurai-samurai itu masih banyak disimpan oleh orang-orang tertentu baik di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Cara memperolehnya juga secara gaib lewat puasa, sesajen, dan lain-lain. Bahkan di kawasan Pantai Jalasutra Kabupaten Blitar Jawa Timur dipercaya sebagai tempat pahlawan tentara PETA Supriadi menyimpan samurai sebelum dibunuh tentara Jepang.
Untuk bisa bertransaksi dan mengetahui mana yang asli atau palsu, kelompok ini juga sudah menyebarkan berbagai brosur fotokopian. Lagi-lagi tebusan uang atau mahar disertai bumbu aroma klenik dan magis juga tersebar.
Cara-cara menggaet masyarakat untuk ikut pun bermacam-macam. Ada yang berkedok menggunakan nama sebuah yayasan. Adapula pula dengan cara perseorangan yang mendapat wasiat atau amanah dapat mencairkan dana. Aroma magis dan bumbu klenik seperti laku tapa dan prihatin juga selalu menyertai.
Orang yang sudah masuk anggota yayasan dan diberikan sertifikat serta membayar uang mulai ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Setelah itu dijanjikan akan mendapat hibah atau warisan dari harta tersebut.
Tidak hanya itu, untuk menyakinkan orang, mereka juga menunjukkan fotokopian surat-surat berharga tersebut. Namun kalau ditanya mengapa hanya fotokopian, jawabannya, yang asli masih disimpan seseorang yang paling dipercaya dan alasan keamanan. Surat-surat yang beredar itu biasanya Certificate of AO Metal Deposite, Certificate of Family Heritage dan Certificate of Gold Deposite berwarna kecoklatan seolah-olah asli dan benar-benar sudah lama
tersimpan.
Di wilayah Jawa Tengah, kasus pertama yang pernah mencuat di media massa adalah tahun 1998 di Solo melalui yayasan Yasapradana. Pada tahun 2003 di Yogyakarta, yang menjadi korban adalah seorang Sultan dari Kerajaan Zulu di Filipina. Sultan Maulana Jamilul Kiram III dan seorang warga Brunei yang sudah mengeluarkan uang puluhan juta sudah tertipu mentah-mentah kelompok Suparman asal Klaten. Dia dijanjikan akan mendapat warisan 10 ton emas
lengkap dengan surat-suratnya. Namun semua itu palsu.
Sedang pada tahun 2005, ratusan warga Sleman, Kulonprogo, Purworejo dan Magelang digaet dengan cara masuk sebuah yayasan amal yang dijanjikan akan mendapat hibah harta karun Soekarno yang masih tersimpan di luar negeri.
Belum lagi cerita Asmo Suwito (80), warga Dusun Gergunung Desa Sendangsari Kecamatan Pengasih. Kakek ini mengaku mendapat harta karun sebanyak 40 batang emas lantakan beserta surat-suratnya. Harta karun itu katanya didapatkan secara gaib.
Asmo mengaku mendapat emas batangan bergambar lambang Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) dengan berbagai ukuran. Barang itu dilengkapi surat-surat tanda keabsahan dari Union Bank of Switzerland.
Emas batangan yang dimiliki Asmo itu sebagian besar berukuran sebesar bungkus rokok dengan berat sekitar 500 gram. Sebagian lagi berukuran lebih kecil sebesar korek api.
Namun ketika dibandingkan dengan uang benggol dari tembaga zaman Hindia Belanda berbeda sekali. Uang zaman Belanda ada gambar mahkota lengkap dengan tulisan Vereenigde Oostindische Compagnie serta tahun pembuatan. Sedang emas milik Asmo bertuliskan VOC, ada lambang padi kapas, gambar Soekarno pakai peci dan tulisan 999 yang menunjukkan kadar karat emas.
"Jelas palsu kalau emas peninggalan Soekarno ada gambar Bung Karno. Lambang mahkota dengan uang benggol VOC berbeda. Apa zaman VOC sudah mengenal lambang padi kapas," kata Hari Cahyono, seorang kolektor uang kuno
kepada detikcom, Jumat (29/5/2008).
Bisa jadi kasus harta triliunan� milik warga Tasikmalaya, Ahmad Zaini itu hanya berupa surat-surat berharga yang seolah-olah asli dikeluarkan oleh Bank Swiss. Karena dia menganggap sebagai pemegang amanah atau kuasa, dia
bisa mencairkan kemudian membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan lewat proposal yang masuk. (bgs/asy)
No comments:
Post a Comment